Kalimantan Timur: Telaah Sejarah

Kalimantan Timur memiliki narasi sejarah yang kaya. Provinsi Indonesia ini mengingat penempatan geografisnya telah melihat banyak gelombang suku dan masyarakat yang berbeda. Namun, sejarah awalnya berbicara tentang populasi yang sangat jarang, terlihat bahkan sebelum masuknya suku-suku dari Sarawak dan beberapa suku pendatang dari luar pulau. Selain itu, banyak lapisan kekuasaan yang mewarnai narasi kawasan ini, dengan pergeseran kekuasaan yang mencolok selama kedatangan Belanda.
 

Penduduk Asli Yang Jarang

Sebelum wilayah tersebut menjadi saksi masuknya suku Sarawak atau suku pendatang dari luar, Kalimantan Timur secara khas berpenduduk jarang. Fakta ini dapat dikaitkan dengan isolasi geografisnya dan sifat menantang dari medannya yang padat. Populasi yang jarang sebagian besar terdiri dari komunitas adat, hidup harmonis dengan lingkungan mereka yang tangguh, tetapi berlimpah di alam. Kelompok-kelompok ini, dibedakan oleh bahasa dan adat istiadat mereka, membentuk latar belakang penting bagi sejarah provinsi ini, memberikan wawasan tentang masa lalunya.
Masuknya Suku Sarawak dan Komunitas Migran
Seiring waktu, menanggapi rangsangan sosial, ekonomi, dan politik, kawasan tersebut mengalami pergeseran. Suku-suku dari kerajaan tetangga Sarawak bermigrasi ke daerah tersebut, membawa budaya, bahasa, dan norma sosial mereka sendiri yang khas. Mengikuti mereka, beberapa suku pendatang dari tempat yang lebih jauh juga mulai menetap di daerah tersebut. Pergeseran demografis sangat mengubah lanskap budaya Kalimantan Timur, mendiversifikasi pengaruh budaya, dan mendorong pertukaran dan perkembangan masyarakat yang unik.
 

Munculnya Kerajaan

Sejalan dengan perubahan populasi, wilayah ini mengalami peningkatan organisasi politik dan sosial yang terstruktur. Sebelum penjajahan Belanda, beberapa kerajaan muncul di daerah tersebut, yang menentukan tatanan sosial politiknya. Masing-masing kerajaan ini memberikan kontribusi unik pada ranah sejarah dan budaya Kalimantan Timur.
 

Kerajaan Kutai

Pertama, Kerajaan Kutai adalah kerajaan besar di Kalimantan Timur dengan pengaruh Hindu yang menonjol. Kerajaan Kutai diyakini sebagai salah satu kerajaan Hindu pertama di Asia Tenggara, sejak abad ke-4. Pengaruh Hindu memberikan kerajaan dengan arah estetika dan filosofis yang unik, menciptakan praktik budaya, sosial, dan artistik tertentu.
Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura
Setelah Kerajaan Kutai, wilayah ini diperintah oleh Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura. Sepanjang masa pemerintahannya, kesultanan menekankan perdagangan dan perdagangan, meningkatkan kemakmuran ekonomi wilayah tersebut.

Kesultanan Pasir dan Kesultanan Bulungan

Selanjutnya, Kesultanan Pasir dan Kesultanan Bulungan memainkan peran penting dalam membentuk Kalimantan Timur. Kesultanan yang didominasi Islam ini membawa dimensi baru agama, masyarakat, dan pemerintahan ke daerah tersebut. Pemerintahan mereka secara khas ditandai oleh pergeseran dari praktik Hindu ke Islam, memengaruhi arsitektur, norma sosial, hukum, dan praktik sehari-hari.
 

Kedatangan Belanda

Kedatangan Belanda di Kalimantan Timur menandai perubahan signifikan dalam sejarah wilayah tersebut. Pemerintahan kolonial membawa serta struktur politik baru dan pengaruh budaya - menyimpulkan transformasi sosial dan ekonomi yang mendalam. Belanda berusaha untuk mengkonsolidasikan kontrol mereka atas wilayah tersebut, bentrok dan bernegosiasi dengan struktur kekuasaan yang ada, yaitu Kesultanan dan Kerajaan. Cengkeraman Belanda di Kalimantan Timur masing-masing menandai satu langkah menuju pembentukan Indonesia modern selanjutnya.
 
Kesimpulannya, sejarah Kalimantan Timur menangkap persilangan kompleks antara penduduk asli, komunitas pendatang, kerajaan berpengaruh, dan kekuatan kolonial – semuanya berkontribusi pada apa yang terjadi di wilayah ini saat ini. Setiap fase sejarahnya telah meninggalkan jejak yang berbeda, menumbuhkan lanskap sosial-budaya dan politik Kalimantan Timur yang sangat beragam dan unik.
===000===

SEJARAH KALIMANTAN TIMUR

        
Sebelum masuknya suku-suku dari Sarawak dan suku-suku pendatang dari luar pulau, wilayah ini sangat jarang penduduknya. Sebelum kedatangan Belanda terdapat beberapa kerajaan yang berada di Kalimantan Timur, diantaranya adalah Kerajaan Kutai (beragama Hindu), Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura, Kesultanan Pasir dan Kesultanan Bulungan.

Menurut Hikayat Banjar, wilayah Kalimantan Timur (Pasir, Kutai, Berau, Karasikan) merupakan sebagian dari wilayah taklukan Kesultanan Banjar, bahkan sejak jaman Hindu. Dalam Hikayat Banjar menyebutkan bahwa pada paruh pertama abad ke-17 Sultan Makassar meminjam tanah sebagai tempat berdagang meliputi wilayah timur dan tenggara Kalimantan kepada Sultan Mustain Billah dari Banjar pada waktu Kiai Martasura diutus ke Makassar dan mengadakan perjanjian dengan I Mangngadaccinna Daeng I Ba’le’ Sultan Mahmud Karaeng Pattingalloang, yaitu Sultan Tallo yang menjabat mangkubumi bagi Sultan Malikussaid Raja Gowa tahun 1638-1654 yang akan menjadikan wilayah Kalimantan Timur sebagai tempat berdagang bagi Kesultanan Makassar (Gowa-Tallo), dengan demikian mulai berdatanganlah etnis asal Sulawesi Selatan. Sejak 13 Agustus 1787, Sultan Tahmidullah II dari Banjar menyerahkan Kalimantan Timur mejadi milik perusahaan VOC Belanda dan Kesultanan Banjar sendiri dengan wilayahnya yang tersisa menjadi daerah protektorat VOC Belanda.

Sesuai traktat 1 Januari 1817, Sultan Sulaiman dari Banjar menyerahkan Kalimantan Timur, Kalimatan Tengah, sebagian Kalimantan Barat dan sebagian Kalimantan Selatan (termasuk Banjarmasin) kepada Hindia-Belanda. Pada tanggal 4 Mei 1826, Sultan Adam al-Watsiq Billah dari Banjar menegaskan kembali penyerahan wilayah Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, sebagian Kalimantan Barat dan sebagian Kalimantan Selatan kepada pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Pada tahun 1846, Belanda mulai menempatkan Asisten Residen di Samarinda untuk wilayah Borneo Timur (sekarang provinsi Kalimantan Timur dan bagian timur Kalimantan Selatan) bernama H. Von Dewall. Provinsi Kalimantan Timur selain sebagai kesatuan administrasi, juga sebagai kesatuan ekologis dan historis. Kalimantan Timur sebagai wilayah administrasi dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1956 dengan gubernurnya yang pertama adalah APT Pranoto.

Sebelumnya Kalimantan Timur merupakan salah satu karesidenan dari Provinsi Kalimantan. Sesuai dengan aspirasi rakyat, sejak tahun 1956 wilayahnya dimekarkan menjadi tiga provinsi, yaitu Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat.

Daerah-daerah Tingkat II di dalam wilayah Kalimantan Timur, dibentuk berdasarkan Undang-undang No. 27 Tahun 1959, Tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Tahun 1955 No.9).

Lembaran Negara No.72 Tahun 1959 terdiri atas :

Pembentukan 2 kotamadya, yaitu:

    Kotamadya Samarinda, dengan Kota Samarinda sebagai ibukotanya dan sekaligus sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Timur.
    Kotamadya Balikpapan, dengan kota Balikpapan sebagai ibukotanya dan merupakan pintu gerbang Kalimantan Timur.

Pembentukan 4 kabupaten, yaitu:

    Kabupaten Kutai, dengan ibukotanya Tenggarong
    Kabupaten Pasir, dengan ibukotanya Tanah Grogot.
    Kabupaten Berau, dengan ibukotanya Tanjung Redeb.
    Kabupaten Bulungan, dengan ibukotanya Tanjung Selor.

Pembentukan Kota dan Kabupaten Baru
Berdarkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 1981, maka dibentuk Kota Administratif Bontang di wilayah Kabupaten Kutai dan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1989, maka dibentuk pula Kota Madya Tarakan di wilayah Kabupaten Bulungan. Dalam Perkembangan lebih lanjut sesuai dengan ketentuan di dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah, maka dibentuk 2 Kota dan 4 kabupaten, yaitu:

    Kabupaten Kutai Barat, beribukota di Sendawar
    Kabupaten Kutai Timur, beribukota di Sangatta
    Kabupaten Malinau, beribukota di Malinau
    Kabupaten Nunukan, beribukota di Nunukan
    Kota Bontang (peningkatan kota administratif Bontang menjadi kotamadya)

Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2002, maka Kabupaten Pasir mengalami pemekaran dan pemekarannya bernama Kabupaten Penajam Paser Utara. Pada tanggal 17 Juli 2007, DPR RI sepakat menyetujui berdirinya Tana Tidung sebagai kabupaten baru di Kalimantan Timur, maka jumlah keseluruhan Kabupaten/Kota di Kalimantan Timur menjadi 14 wilayah. Pada tahun yang sama, nama Kabupaten Pasir berubah menjadi Kabupaten Paser berdasarkan PP No. 49 Tahun 2007.

Tahun 2012, giliran Provinsi Kalimantan Timur yang dimekarkan dan melahirkan Provinsi Kalimantan utara (UU No.20 Tahun 2012). Lima Kota/Kabupaten bergabung ke dalam Provinsi Kaliamantan Utara, yitu Kota Tarakan, Kabuapten Nunukan,Kabuapten Malinau, Kabupaten Tana Tidung dan Kabuapten Bulungan. Hingga jumlah kota/kabupaten  yang tergabung dalam Provinsi Kalimantan Timur  berkurang dari 14 kota/kabupaten menjadi 9 kota/kabuapten.
Tahun 2013, wilayah Kabupaten Kutai Barat dimekarkan dan melahirkan Kabuapten  termuda dikaltim, yaitu Kabupaten Mahakam Ulu, yang mengenapkan dalam Provinsi Kalimantan Timur menjadi 10 Kota/Kabuapten.
(sumber https://kaltimprov.go.id)


Provinsi Kalimantan Timur merupakan salah satu Provinsi terluas kedua setelah Papua, memiliki potensi sumberdaya alam melimpah dimana sebagian besar potensi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Sumberdaya alam dan hasil-hasilnya sebagian besar dieksport keluar negeri, sehingga Provinsi ini merupakan penghasil devisa utama bagi negara, khususnya dari sektor Pertambangan, Kehutanan dan hasil lainnya.

Secara administratif Provinsi ini memiliki batas wilayah sebelah Utara berbatasan dengan Kalimantan Utara, sebelah Timur berbatasan dengan sebagian (12 Mil) Selat Makasar dan Laut Sulawesi, sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Selatan, sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Tengah dan Provinsi Kalimantan Barat serta Negara Bagian Serawak Malaysia Timur.

Kalimantan Timur memiliki luas wilayah daratan 127.267,52 km2 dan luas pengelolaan laut 25.656 km2 terletak antara 113º44’ Bujur Timur dan 119º00’ Bujur Timur serta diantara 2º33’ Lintang Utara dan 2º25’ Lintang Selatan.

Penduduk Kalimantan Timur tahun 2003 berjumlah 2.311.162 jiwa, tahun 2010 berdasarkan hasil sensus penduduk mencapai 3.047.500 jiwa. Dengan demikian dalam kurun waktu tersebut jumlah penduduk Kalimantan Timur meningkat sebesar 736.338 jiwa, dengan pertumbuhan penduduk setiap tahunnya rata-rata 3,60 persen. Adapun jumlah penduduk tahun 2013 sebanyak 3.300.517 jiwa dengan komposisi penduduk menurut jenis kelamin terdiri dari penduduk laki-laki 1.731.820 jiwa (52,47 persen) dan penduduk perempuan 1.568.697 jiwa (47,53 persen).

Provinsi ini mempunyai topografi bergelombang dari kemiringan landai sampai curam, dengan ketinggian berkisar antara 0-1500 meter diatas permukaan laut dengan kemiringan antara 0-60 persen. Daerah dataran rendah pada umunya dijumpai pada kawasan sepanjang sungai.

Sedangkan daerah perbukitan dan pegunungan memiliki ketinggian rata-rata lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut dengan kemiringan 300 persen, terdapat dibagian barat laut yang berbatasan langsung dengan wilayah Malaysia. Kondisi topografi tersebut sangat berpengaruh terhadap peluang budidaya suatu jenis komoditi, potensi dan persediaan air, dinamika hidrologi dan kerentanan terhadap erosi.

Dilihat dari topografi, sebagian besar atau 43,35 persen wilayah daratan termasuk dalam kemiringan diatas 40 persen persen dan 43,22 persen terletak pada ketinggian 100-1000 m diatas permukaan laut, sehingga pemanfaatanlahan di Provinsi Kalimantan Timur harus memperhatikan karakteristik lahan tersebut.(sumber kaltimprovgoid)